
Ponorogo.Tarunanews.Com ~ Pemkab Ponorogo kembali melakukan kegiatan tradisi Bedol Pusaka yang merupakan salah satu rangkaian acara dari grebek suro Kabupaten Ponorogo dan menarik perhatian warga sekitar dan mancanegara, Jum’at (5/7/2023) dini hari.
acara tradisi Bedol Pusaka di Ponorogo merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk menyambut malam 1 Sura atau 1 Muharram. Tradisi ini melibatkan berbagai kegiatan budaya dan keagamaan, yang bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat setempat.
Tradisi Bedol Pusaka diawali dengan prosesi pengarakan tiga pusaka Kabupaten Ponorogo yang terdiri Tombak Kyai Tunggul Naga, Angkin Cinde Puspita, dan Payung Kyai Tunggul Wulung dari Pringgitan (rumah dinas Bupati Ponorogo) ke area makam Batoro Katong.
Suasana hening dan khidmat mengiringi keberangkatan ketiga pusaka Kabupaten Ponorogo, yang dikawal oleh ratusan bergada (pasukan). Tanpa alas kaki, mereka berjalan sejauh lima kilometer menuju Desa Setono, Kecamatan Jenangan. Tradisi ini memperlihatkan rasa hormat dan penghormatan yang mendalam terhadap pusaka dan budaya lokal, serta menunjukkan kekuatan spiritual dan kebersamaan masyarakat Ponorogo.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, memaknai tiga pusaka Kabupaten Ponorogo sebagai simbol jati diri seorang pemimpin. Tombak Kyai Tunggul Naga bermakna bahwa seorang pemimpin harus memiliki pikiran yang tajam, berada di garis depan, dan berani mengambil kebijakan yang memihak masyarakat. Ini menggambarkan kualitas kepemimpinan yang ideal dalam mengarahkan dan melayani komunitas dengan keberanian dan kecerdasan.
‘’Tiga pusaka ini mengandung spirit yang luar biasa, jangan dimaknai secara harfiah sebagai senjata,’’ katanya.
Makna keberadaan Payung Kyai Tunggul Wulung adalah mengayomi sesama dan berbicara secara teduh sehingga lisannya tidak menyakiti perasaan orang lain. Sedangkan Angkin Cinde Puspito yang berbentuk kemben bermakna menutupi aurat dan aib, serta mengikat perut sedikit kencang karena tidak mengumbar hawa nafsu dengan hidup sederhana. Kedua pusaka ini melambangkan nilai-nilai kebijaksanaan, perlindungan, dan kesederhanaan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
‘’Pemimpin harus mampu menggapai tiga makna itu, maka Ponorogo akan sukses dan hebat,” jelas Kang Giri Suncoko
Bersamaan dengan prosesi bedhol pusaka, penerangan jalan umum (PJU) di sepanjang rute sengaja dipadamkan. Para bergada hanya berpenerangan obor saat berangkat dari Pringgitan ke Jalan Alun-Alun Timur, melawan arus Jalan Jenderal Sudirman dan HOS Tjokroaminoto, menyusuri Jalan Ahmad Dahlan, Jalan Batoro Katong, hingga berakhir di area makam Batoro Katong. Hal ini menambah suasana sakral dan khidmat dari prosesi tersebut, serta mencerminkan penghormatan yang mendalam terhadap tradisi dan sejarah lokal.
Jalan menuju area makam Batoro Katong juga hanya diterangi lilin ketika para pengiring tiga pusaka datang. Suasana bertambah khidmat dan hening. Ada upacara lung tinampen (serah terima) pusaka dari pemimpin bergada kepada sesepuh juru kunci. Upacara ini menandai penyerahan simbol-simbol penting dan menegaskan penghormatan terhadap tradisi serta leluhur yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Ponorogo.
Pewarta : N4n6)*
>