
LUMAJANG – Tarunanews.com |
Kerapan kambing mirip dengan Karapan Sapi hanya saja dengan skala lebih kecil dan melibatkan kambing sebagai pesertanya. Kambing-kambing yang telah dilatih dengan baik dilepas di lintasan dengan suara gemerincing kaleng di ekornya sebagai pemacu semangat. Yang tercepat mencapai garis finis dinobatkan sebagai pemenang.
Kepala Desa Jatirejo, Richo Prile Jevise menerangkan bahwa Karapan Kambing bukan hanya hiburan, tetapi juga bagian dari upaya melestarikan budaya lokal.
“Kami ingin menjadikan acara ini sebagai ikon desa yang tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menggerakkan perekonomian warga,” ujarnya.
Sejak pagi, peserta dari berbagai daerah sudah mempersiapkan kambing-kambing andalan mereka. Ada yang memandikan, mengelus punggung hewan peliharaannya, hingga memberikan ramuan herbal agar stamina tetap terjaga. Mustofa, seorang peserta dari Jember, mengungkapkan rahasia perawatan kambingnya.
“Kambing saya diberi jamu dari telur, kunyit, dan madu. Setiap pagi dan sore kami latih berlari agar terbiasa,” katanya sambil tersenyum bangga.
Saat lomba dimulai, ketegangan meliputi arena. Para pemilik berdiri di ujung lintasan, bersiap menyemangati kambing mereka. Begitu aba-aba diberikan, puluhan kambing berlarian kencang, terdorong oleh suara gemerincing kaleng yang mengiringi langkah mereka.
Juara pertama mendapatkan piala penghargaan serta hadiah utama berupa satu unit kulkas. Juara kedua dan ketiga masing-masing membawa pulang kambing sebagai apresiasi atas kerja keras mereka.
Namun, bagi peserta, kemenangan bukanlah satu-satunya tujuan. “Yang penting kebersamaan dan keseruannya,” ujar Pak Mahfud, seorang tokoh desa.
Selain sebagai hiburan dan ajang silaturahmi, Karapan Kambing juga membawa dampak ekonomi yang besar. Selama acara berlangsung, banyak pedagang makanan, minuman, hingga peralatan ternak yang kebanjiran pembeli.
Tak hanya pedagang, peternak kambing juga merasakan dampaknya. Kambing yang pernah memenangkan perlombaan dihargai lebih tinggi di pasaran, bahkan ada yang dibeli dengan harga dua kali lipat dari harga biasanya.
Menurut Kades Richo, Karapan Kambing bisa menjadi potensi wisata berbasis kearifan lokal yang berkelanjutan.
“Kalau dikelola dengan baik, tradisi ini bisa mendatangkan wisatawan, meningkatkan perekonomian warga, sekaligus melestarikan budaya,” jelasnya.
Lebih dari itu, Karapan Kambing memiliki filosofi mendalam. Kecepatan dan ketangkasan kambing melambangkan semangat dan ketekunan peternak dalam mengembangkan usahanya. Kambing yang dilatih dengan baik akan menunjukkan performa terbaiknya, begitu pula dengan peternak yang tekun dan sabar akan meraih kesuksesan dalam usahanya.
Menjelang sore, satu per satu peserta mulai meninggalkan arena dengan senyum puas. Mereka yang menang membawa pulang kebanggaan, sementara yang belum beruntung bertekad untuk mencoba lagi tahun depan.
Dengan semangat yang tak padam, masyarakat Jatirejo berharap tradisi ini akan terus lestari, menjadi warisan budaya yang menghidupkan ekonomi desa dan mempererat kebersamaan.
“Karapan Kambing bukan hanya soal menang atau kalah, tapi tentang bagaimana kita menjaga tradisi dan membangun masa depan bersama,” pungkasnya. (Suga/Amir)
>