
SURAT TERBUKA UNTUK MBAK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
*Tersentuh Lagi Oleh Mbak Mega Karena Bicara Corona, Namun Mbak Mega Perlu Waspada Pada Masa Transisi Ke Depan*
Minggu 29 Maret 2020
Kepada Yth.
Mbak Megawati Soekarnoputri
di tempat
Salam Hormat, *Salam Merdeka*, Mbak Mega.
Saya tergerak menulis surat ini Mbak Mega, di antara faktor utamanya tergerak karena MBAK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI meminta kader PDIP agar GOTONG ROYONG soal menghadapi Virus Corona yang dikenal sebagai Covid-19. Menjadikan kami ingat pada masa lalu meskipun dengan segala keterbatasan ketika itu, kami ‘ikut’ tergerak sendiri secara bersama-sama untuk bergotong-royong membela Mbak Mega, pada saat-saat krusial sekitar antara tahun 1988 – 1999, hingga Mbak Mega sebagai perempuan pertama yang menjadi Wakil Presiden di Indonesia, menjadi Wapres untuk Gus Dur ketika itu, 1999-2001.
Kami membela Mbak Mega pada saat krusial sekitar 1988-1999 itu, lebih-lebih saat Kongres Luar Biasa/KLB PDIP di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tanggal 2-6 Desember 1993 hingga Mbak Mega terpilih menjadi Ketua Umum. Semua kami lakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun, termasuk harusnya duduk di DPRD Jombang namun dari awal tidak berpikir untuk itu dan kami lepas.
Padahal di antara pergerakan membela Mbak Mega dan masyarakat saat itu, sebagaimana diketahui di antara resikonya adalah tak jarang dikejar-kejar aparat full represif meskipun Ayah saya adalah seorang TNI-AD. Apalagi pada waktu itu saya juga aktif di Serikat Buruh Sejahtera Indonesia/SBSI yang di antara pendirinya pada 24 April 1992 adalah Gus Dur dan Sabam Sirait ayah Maruarar Sirait (PDIP), juga dokter Suko Waluyo. Gotong royong pada masa itu serasa lebih alamiah dan kental bahkan seperti menjadi bagian kekuatan PDIP. Meskipun entah bagaimana kekentalan gotong royong itu sekarang?
Jadi karena seruan Gotong Royong soal Corona yang disampaikan oleh Mbak Mega beberapa waktu lalu itulah saya tergerak menulis surat ini, juga nanti pada bagian belakang ada sedikit usul atau urun rembug dari kami soal corona. Yang jelas setelah seruan untuk gotong royong dari Mbak Mega itu pulalah lantas saya membuka internet tergerak lagi mencari biodata Mbak Mega, saat itu pula kebetulan saya baru memperhatikan bahwa ternyata Mbak Mega lahir tanggal 23 Januari tahun 1947. Tanggal lahir Mbak Mega 23 Januari itu ternyata sama dengan tanggal lahir anak perempuan saya Khansadinah Nahdah Wahyuda/Khansa/Dinah, yang kini di Tingkat Satu ikatan dinas Menteri Perhubungan Politeknik Transportasi Darat Indonesia – Sekolah Tinggi Transportasi Darat/PTDI-STTD yang didirikan Bung Karno pada tahun 1953. Kebetulan, anak saya Dinah itu lahir tanggal 23 Januari tahun 2001 ketika Mbak Mega masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
*Salam Merdeka!”*
Memang Mbak Mega, tentu saja Mbak Mega juga tahu, bahwa dalam dunia partai politik saat ini tidak lagi mempedulikan apakah kader asli ataukah kader pendatang begitupun mungkin sempat terjadi di PDIP? Sejak PDIP terlihat akan kuat pada saat menjelang Pemilu 1999 maka lantas begitu banyak masuk kader yang bukan asli? Menggerus yang asli?Perlu juga kewaspadaan. Mungkinkah hingga kini?
Tidak seperti pada masa sebelum ‘Era’ Reformasi? Akan tetapi kebetulan kami termasuk yang asli dengan dari awal (saat sebelum Reformasi) ikut mengawal Mbak Megawati Soekarnoputri, meskipun banyak di antara kami yang saat ini sudah lama tidak lagi terlalu aktif di partai politik karena merasa bahwa belum ada hasil signifikan untuk rakyat pasca Reformasi.
Apakah hasil yang signifikan yang kami maksudkan itu? Yang kami maksudkan, yang harus diprioritaskan untuk diwujudkan dengan sangat keras adalah apa yang sudah dicita-citakan para Proklamator, Bung Karno – Bung Hatta, juga para pahlawan lainnya.
Di antaranya adalah memajukan KESEJAHTERAAN UMUM alias kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, apalagi bersama para marhaen. Jadi kesejahteraan rakyat yang diutamakan. Kemudian di antara hal lain yang harus diutamakan adalah: MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA, alias pendidikan harus dimudahkan untuk rakyat (apalagi rakyat kecil) sehingga bisa bersekolah secara memadai. Misal, harusnya benar-benar gratis TOTAL pendidikan 12 tahun mulai dari SD – SMP – SMA. Benar-benar gratis tanpa pungutan apapun sehingga meringankan beban para orang tua, lebih-lebih bagi yang kurang mampu.
Hal-hal tersebutlah yang harusnya lebih wajib diwujudkan dibandingkan alasan-alasan lain. Negara harus benar-benar hadir dan menjadi pemegang peran sentral. Toh jika hal tersebut terwujud maka akan menjadi KETAHANAN NASIONAL yang luar biasa. Rakyat pun tidak mudah terombang-ambing.
Mohon maaf Mbak Mega, dengan adanya Corona, dengan ada wabah Corona ini harusnya negara lebih hadir mengayomi rakyat dengan langkah-langkah yang berkepastian dan bukan yang mengambang dan lamban. Yang terjadi dari waktu ke waktu serasa lebih banyak ketidak-pastian.
Kemudian hal lainnya yang dicita-citakan para Proklamator dan para Pahlawan adalah: IKUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA YANG ABADI alias untuk ķepentingan perdamaian, dan bukan kepentingan kelompok, bukan kepentingan blok tertentu. Hingga Bung Karno dkk memelopori adanya NON-BLOK. Non-Blok yang mencapai kekuatan besarnya pada saat Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Blok yang tidak berpihak ke Timur ataupun ke Barat, blok yang justru akan menjadi luar biasa menyatukan dunia jika ada generasi yang melanjutkan. Tapi kini siapakah yang melanjutkan Bung Karno dkk soal Non-Blok? Atau, apakah Indonesia kini terlalu terjebak pada blok-blok tertentu sehingga Non-Blok terlupakan?
Mbak Mega, semoga soal virus Corona ini bukanlah menjadi bagian dari perang antara Blok Timur dan Blok Barat, lantas negara kita menjadi salah satu santapan yang untuk dilahap.
Tentu kita masih ingat, soal UUD 1945 yang bukan lagi asli karena telah berulang kali diamandemen itu, ada kecenderungan merupakan bagian perang antara Blok Timur dan Blok Barat yang tentu digerakkan pihak asing, sehingga kepentingan-kepentingan mereka terlalu masuk? Lantas ‘Demokrasi-Permusyawaratan’ yang kita miliki terkikis? Muncul Demokrasi Liberal dan ‘Demokrasi Campur-Aduk’. Dengan hal tersebut pula yang menjadikan kian banyak antar anak bangsa kita berkelahi, antar bangsa sendiri, bahkan memperebutkan sesuatu yang tidak jelas. Karena sudah tidak lagi memegang Demokrasi-Permusyawaratan. Sehingga tak jarang pihak yang mengusulkan agar kita kembali kepada UUD 1945 yang asli?
Juga mohon maaf Mbak Mega, lantas apakah kader tidak asli banyak menyelimuti Mbak Mega kini? Hati-hati Mbak Mega untuk transisi kepemimpinan ke depan! Nantinya menuju Pemilu 2024, menuju Pilpres 2024, kami dengar kubu-kubu di sekitar Mbak Mega. Entahlah. Meskipun kami sudah lama tidak aktif, tapi selalu saja ada informasi.
*Mbak Mega Perlu Kembalikan Era Mbak Mega – Gus Dur, Mbak Mega Perlu Mengkomposisikan Puan Bersama Muhaimin Iskandar*
Namun tiba-tiba kami teringat, saat ketika mulai makin ‘moncernya’ Mbak Mega pada masa transisi 1998 – 1999 saat itu adalah ketika bergandengan dengan Gus Dur yang mengendalikan Partai Kebangkitan Bangsa/PKB. Terlepas apapun desas-desus yang menyertai ketika itu, dari situlah kemudian Mbak Mega bisa menjadi Wakil Presiden RI (1999-2001) dan lantas menjadi Presiden RI (2001-2004).
Sehingga entah kenapa di tengah ‘suasana’ Corona ini tiba-tiba kami ingin membuat surat terbuka untuk Mbak Mega dan sekaligus curhat, dan lantas terlintas di benak kami, agar Mbak Mega jangan lupa JASMERAH Mega – Gus Dur itu? Mungkin untuk era kini, menuju Pemilu/Pilpres 2024, Mbak Mega perlu mengkomposisikan Puan Maharani – Muhaimin Iskandar? Abang – ijo? Ataukah hijau – merah? Apalagi kini kondusifitas tinggi antara PKB-NU. Dengan kata lain, agar Mbak Mega melakukan transisi generasi kepemimpinan, dengan dasar esensial NKRI yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa namun dengan nasionalisme Persatuan Indonesia.
Mohon maaf Mbak Mega, gara-gara Mbak Mega bicara soal Corona, lantas saya tergerak menulis surat yang agak panjang ini dan agak ngalor-ngidul. Meskipun saya telah berusaha agar surat ini tidak terlalu panjang. Tapi karena juga ada unsur curhat, kerinduan kepemimpinan Mbak Mega pada masa sebelum REFORMASI.
Namun saya juga didorong keinginan curhat kepada Mbak Mega mengenai situasi-kondisi rakyat bawah yang sudah kian banyak yang perih dan susah karena corona. Mana kecepatan kehadiran negara? Sehingga saya ada curhat dan usulan, urun rembug saya soal Corona yang perlu saya sampaikan kepada dan/atau melalui Mbak Mega. Saya tidak akan bicara soal penyakitnya, namun usul agar negara lebih hadir kepada rakyatnya dalam situasi-kondisi seperti saat ini.
*Jika semi-lockdown?*
Jika semi-lockdown pun, maka kebutuhan pokok ke rumah-rumah harus dipasok oleh pemerintah pusat dan daerah. Sekaligus untuk meminimalisir orang yang hilir-mudik. Apalagi bagi rakyat yang kerja penghasilannya harian.
Jika kebutuhan pokok tidak dipasok maka rakyat tetap banyak yang hilir-mudik karena ikhtiar untuk memenuhi kebutuhan pokok. Lebih-lebih para pedagang kecil yang terkena rentenir harian, kian banyak yang stress.
*Trus jika lockdown total di suatu daerah?*
Jika lockdown total, maka menjadi lebih penuh tanggung-jawab pemerintah pusat dan daerah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari.
Jika hal-hal tersebut bisa dilaksanakan, InshaALLAH sekitar tiga minggu hingga empat minggu ke depan virus corona bisa terantisipasi. Amin…
Wallahu’alam.
Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926.
(Sekadar catatan; Siswahyu Kurniawan juga penulis buku biografi Asmuni-Srimulat, penulis buku biografi Mardjito GA – DPD RI, juga buku Bung Karno Dan Pak Harto. Pernah menjadi BPK DPP SBSI dan Ketua MPO DPP SBSI. Dimana di antara pendiri SBSI pada 24 April 1992 adalah KH.Abdurrahman Wahid/Gus Dur yang kedekatan itu juga sempat dilanjutkan oleh adik Gus Dur, KH.Salahudin Wahid/Gus Solah).
>