
SURABAYA – tarunanews.com, Hari, Achmad Yari, Captain Rei, Umar (manejemen Madura United), dan Siswahyu Kurniawan bertemu bersama berperspektif pro pesepakbola junior-anak, usia muda, bagaimana caranya agar para pesepakbola usia muda bisa mendapat kesempatan menjadi pemain profesional ke luar negeri dengan proses Akademi Sepakbola (seperti rancangan Metro Citi Elite Football Academy-nya Captain Rei) sebagaimana terjadi pada klub-klub sepakbola modern di Eropa maupun benua lainnya yang lebih maju, dengan etos kerja agar pesepakbola junior-anak sekalipun dihargai secara profesional dan proporsional.
Perspektif semacam hal tersebut pula diungkapkan R. Tri Harsono Forum Peduli Indonesia – Olahraga Sehat (FPI – OS) dalam diskusi terbatas di Surabaya kemarin. R. Tri Harsono juga menyikapi kekurang-jelasan sebagian besar klub-klub Liga 1 di Indonesia dalam memperlakukan pesepakbola junior-anaknya yang berjibaku dalam Elite Pro Academy (EPA) yang dimulai tahun 2018, sedangkan untuk tahun 2019 adalah EPA (untuk Kelompok Usia) U16, U18, U20. Kekurang-jelasan perlakuan tersebut di antaranya adanya rasa kurang menghargai, bahkan persaingan yang kurang sehat di internal klub yang diciptakan pelatih beserta krunya yang harusnya diusut oleh PSSI pusat dan Badan Liga, karena akan menyangkut nasib bagaimana pesepakbola junior-anak kita ke depan. “Apakah para pesepakbola junior-anak menjadi banyak yang putus asa karena terteror? Ataukah memang ada kongkalikong yang sama-sama tahu untuk menciptakan kondisi stres terhadap anak-anak yang dinilai secara pribadi tidak bisa menyediakan dana untuk semacam upeti?” ungkap R. Tri Harsono yang salah satu saudaranya mantan Direktur KPK ini.
Menurut R. Tri Harsono seharusnya ketika para pesepakbola muda itu masuk ke Elite Pro Academy itu tidak boleh dimintai dana secara pribadi, namun sudah menjadi tanggung-jawab klub, entah itu dicarikan melalui sponsor dan pihak-pihak peduli ataupun pemerintah (lebih-lebih daerah) yang memiliki perhatian terhadap pesepakbola junior-anak. “Budaya menghargai pesepakbola junior-anak sangat penting sekaligus untuk penguatan mental mereka. Bukan untuk menyanjung-nyanjung namun mulai diberikan sentuhan-sentuhan yang profesional,” ungkap R. Tri Harsono.
Padahal menurut R. Tri Harsono, awal-awal keberadaan Liga 1 Elite Pro Academy (EPA) menjadi kebanggaan yang luar biasa bagi para pesepakbola junior-anak dan para orang tuanya, karena berjibaku di Liga dengan level tertinggi di Indonesia. Namun terlalu banyak pihak yang kemudian kecewa ketika banyak klub yang perlakuannya sangat transaksional secara pribadi-pribadi, dan bukan secara profesional. Termasuk perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap pesepakbola yang tidak ‘mbayar’ dibandingkan yang setor upeti. Hal negatif tersebut menurut R. Tri Harsono terjadi di banyak tempat, sehingga pihak-pihak yang awalnya berperilaku tidak negatif namun tak jarang yang kemudian ikut-ikutan. Kuat-kuatan.
Problemnya menurut R. Tri Harsono, hal semacam itu akan merusak ‘niat-baik’ kelahiran Elite Pro Academy, malah banyak pesepakbola junior-anak yang pernah main di Elite Pro Academy pun lantas menjadi malas. Hingga Elite Pro Academy tidak lagi menjadi kebanggaan yang luar biasa bagi mereka yang sudah pernah ikut di kompetisi Elite Pro Academy tersebut. “Jika suatu liga sepakbola usia muda menyebabkan pesepakbola junior-anak, usia muda itu malas dan tidak bangga lagi, apakah ini pertanda keberhasilan ataukah kegagalan pembinaan?” ujar R. Tri Harsono.
Memang menurut R. Tri Harsono, Elite Pro Academy tetap bisa mengundang rasa penasaran bagi pesepakbola junior-anak yang belum pernah bermain di EPA tersebut. “Tentu juga wajar jika rasa penasaran bergabung di Elite Pro Academy bagi pesepakbola junior-anak yang belum pernah bergabung di EPA. Namun tahukah Anda bahwa ada anak dan orang tuanya yang terbujuk mengeluarkan puluhan juta rupiah dengan harapan bisa bergabung ke EPA, tapi ternyata gagal dan duit puluhan juta pun hilang? Memang mungkin sulit dibuktikan karena tidak ada tanda terima, seperti cara kerja mafia,” prihatin R. Tri Harsono.
“Orang tua banyak yang sangat mudah diprovokasi oleh pelatih dan kru yang negatif, oleh guru yang negatif ketika di sekolah, maupun oleh SSB/akademi yang negatif yang memperalat orang tua agar mengeluarkan dana besar-besaran namun tingkat efektivitasnya rendah. Guru yang negatif di sekolahan pun tak jarang melakukan itu. Eksploitasi terhadap anak-anak, tanpa mau ikut peduli bagaimana sebenarnya arah ke depan anak-anak. Yang penting dieksploitasi,” tegas R. Tri Harsono.
Sehingga ketika muncul Captain Rei dengan Metro Citi Elite Football Academy-nya yang didukung artis Qory Sandioriva, Achmad Yari (yang melahirkan Bhayangkara FC junior-anak), Pak Toni (Choirul), Siswahyu Kurniawan kehumasan (mantan Media Officer Bhayangkara FC U14, U15, U16), Hari dkk dengan penanganan oleh Hans Peter Schaller mantan pelatih Bali united maka menurut R. Tri Harsono menimbulkan harapan baru bagi pesepakbola junior-anak. Tidak terjebak hanya pada Liga 1 Elite Pro Academy. Namun arah akademi lebih berjejaring internasional, untuk peluang pesepakbola junior-anak menjadi pesepakbola profesional di luar negeri terlebih Eropa dan Amerika, dimana Captain Rei memiliki jaringan sejumlah klub besar.
“Kita berikhtiar mendidik pesepakbola muda kita ke arah profesional internasional,” ungkap Captain Rei yang untuk pesepakbola usia muda ‘diam-diam’ telah habis bermilyar-milyar rupiah.
Untuk itu menurut Achmad Yari memerlukan dukungan sebanyak mungkin pihak, entah itu pemerintah hingga daerah-daerah, CSR-CSR, juga pihak-pihak peduli lain. “Yang jelas dengan berpusat di Surabaya, didukung Ketua Askot PSSI Surabaya, Pak Mauritz Bernhard Pangkey, merupakan hal yang luar biasa,” ungkap Achmad Yari yang memiliki berbagai pengalaman klub Liga 1 usia muda.
Pada bagian terpisah Siswahyu Kurniawan sependapat dengan Achmad Yari bahkan banyak pihak dari luar Jawa yang peduli pesepakbola usia muda pun tertarik untuk bergabung, menunggu pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut. Juga berbagai pejabat sejumlah pemerintah daerah di Jawa Timur yang juga tertarik.
“Sejumlah pemerintah daerah di luar Jawa tertarik penjajagan kerjasama. Pak Zainul Arifin kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto juga welcome untuk berdiskusi lebih jauh,” ungkap Siswahyu Kurniawan yang secara ‘polosan’ anaknya, Ahmad Dzaki Akmal Yuda (Akmal/ kelahiran 4 Juni 2004), telah memiliki pengalaman nasional termasuk bergabung Bhayangkara FC U13, U14, U15, U16 (tahun 2017 – awal 2019), kemudian Kalteng Putra Liga 1 Elite Pro Academy/EPA (Februari – April 2019) saat Festival Filanesia di National Youth Training Center PSSI pusat Sawangan – Depok, serta kemudian ‘diambil’ Persebaya U16 Elite Pro Academy Liga 1 tahun 2019 (April – September 2019) hingga meraih Juara 3 nasional Liga 1 EPA tahun 2019. Ahmad Dzaki Akmal Yuda pada tahun 2016 bersama Tim FOSSBI Mojokerto, yang merebut Juara 1 Piala Menpora-FOSSBI U 12 tingkat Jawa Timur di Probolinggo; lalu pada tahun 2017 bersama tim gabungan Bromo – Metro Citi – Bhayangkara FC meraih Juara 1 nasional Bali Youth Championship U13 di Denpasar Bali; sementara bersama Bhayangkara FC U14 pada tahun 2018 meraih Juara 2 tingkat Jawa Timur Piala Menpora U14 saat final di Malang kalah adu penalti versus Arema FC Malang yang saat pertandingan disaksikan bos Arema, Iwan Budianto (yang juga Wakil Ketua Umum PSSI pusat); lalu pada tahun 2019 bersama Persebaya U16 Elite Pro Academy/EPA Liga 1 meraih Juara 3 nasional Liga 1 EPA tahun 2019.
“Alhamdulillah dari pengalaman menjadi Media Officer Bhayangkara FC U14, U15, U16 dan pengalaman mendampingi anak saya di Liga 1 U16 Elite Pro Academy, kami jadi tidak terkaget-kaget lagi dengan tahu Liga 1 U16 atau usia muda Elite Pro Academy. Bagi kami ke depan adalah ikhtiar mencari level lain. Hiingga diajak Coach Yari dan Captain Rei memanfaatkan pengalaman untuk ikut belajar bagaimana ikhtiar menjadikan anak-anak pesepakbola profesional ke depan,” ungkap Siswahyu Kurniawan yang juga penulis buku Humor Sepakbola, buku Biografi Asmuni-Srimulat, buku Bung Karno Dan Pak Harto dll-dll, yang anaknya Ahmad Dzaki Akmal Yuda saat ini duduk di kelas 3 (9) SMPN 2 Mojokerto dan untuk tahun 2020 berharap masuk SKO Ragunan atau sejenisnya seperti PPLP dll.
Di sisi lain Siswahyu Kurniawan sepakat dengan Captain Rei dan Achmad Yari, bahwa untuk pesepakbola muda boleh-boleh saja masuk di Liga 1 Elite Pro Academy, namun hal tersebut lebih untuk pengalaman agar pernah mengalami dan jangan sampai diharuskan menjadi tujuan yang paling utama sehingga menghalalkan segala cara. Karena tujuan yang lebih ke depan adalah menjadikan pesepakbola muda sebagai pesepakbola profesional sebagaimana dikerjakan Captain Rei dengan bendera Metro Citi Elite Football Academy (MC-EFA) yang juga telah membuat pihak Madura United tertarik untuk direpetisi, ‘diadopsi’, dalam Madura United Academy. Siswahyu Kurniawan dan Achmad Yari terlibat mendukung hal tersebut. “Tapi sebagai manusia, kita hanya berikhtiar, semua hasil kita pasrahkan kepada Tuhan YME,” tambah Siswahyu Kurniawan. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926. (Sis).
>