
Sidoarjo -Taruna News Com Dalam sebuah kejadian yang mencengangkan, enam pemuda dari Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, diamankan polisi setelah melakukan penganiayaan terhadap dua remaja pengendara motor di Jalan Raya Desa Bakung Temenggungan, tepat di depan SD Muhammadiyah, pada Minggu (13/4/2025) sekitar pukul 13.08 WIB. Korban, Wisnu Meisyadilla Putra Wardhana (19) dari Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, dan Okta Novi Tisnawati (19) dari Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, tidak pernah menyangka bahwa hari itu akan menjadi salah satu hari terburuk dalam hidup mereka.
Peristiwa ini terjadi di tengah keramaian anak-anak yang berkumpul di sekitar sekolah dan orang tua yang kebetulan sedang menunggu; suasana seharusnya menjadi tempat bermain dan belajar bagi anak-anak, kini berubah menjadi kisah kekerasan. Seakan menjadi panggung bagi para pelaku untuk menunjukkan kekuasaan dan ketangguhan, mereka terlibat dalam tindakan brutal yang benar-benar tidak terduga. Tidak hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga menciptakan rasa takut yang menyelimuti komunitas yang seharusnya aman bagi anak-anak mereka. Mereka yang seharusnya menjadi panutan terperangkap dalam siklus kekerasan yang dapat menghancurkan masa depan, bukan hanya bagi mereka sendiri, tetapi juga bagi masyarakat di sekitar mereka.Dari keterangan yang diperoleh, kejadian ini berawal saat para pelaku – D.S. (24), K.P. (20), A.B. (21), A.M. (25), M.F.P. (19), dan B.D.F. (18) – berkumpul di rumah salah satu di antara mereka, mengonsumsi minuman keras jenis arak Bali. Dalam keadaan mabuk, mereka mulai berkeliling untuk mencari sasaran yang dianggap lemah. Aktivitas ini bukanlah hal baru bagi mereka; menurut warga setempat, kelompok ini dikenal berperilaku meresahkan. “Tersangka A.M. memimpin rekan-rekannya untuk mencari masalah, seolah malam itu adalah ajang pembuktian kekuasaan. Saat melihat korban melintas, ketidaksadaran mereka mendorong untuk melakukan pengejaran dan penyerangan brutal,” ujar Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, AKP Fahmi Amarullah, saat konferensi pers di Mapolresta Sidoarjo, Selasa (29/4/2025).
Dia menekankan bahwa tindakan ini mencerminkan kurangnya empati dan kendali diri, serta menggambarkan betapa alkohol dapat menyebabkan perilaku agresif.Ketika kerumunan menyaksikan insiden ini, mereka terbelah dalam antara ketakutan dan kemarahan; beberapa orang berusaha melerai, meski situasi semakin tidak terkendali. Akibat serangan ini, motor korban oleng dan terjatuh, menimbulkan kehampaan yang mendalam. Wisnu terlempar ke tepi jalan, menderita gegar otak akibat benturan keras, sementara Okta terjatuh ke parit dengan patah tulang bahu. Dalam momen-momen tragis itu, teriakan ketakutan dari saksi-saksi menggema, menciptakan kesedihan yang tak terlupakan dalam ingatan keluarga korban. Pelaku yang terjebak dalam tindak kekerasan segera melarikan diri kembali ke rumah, melanjutkan pesta minuman keras, seolah tidak ada penyesalan atas tindakan brutal yang baru saja mereka lakukan.“Para tersangka melakukan aksi kekerasan secara bersama-sama di muka umum dalam keadaan mabuk.
Mereka tidak mengenal korban; ini murni aksi kekerasan tanpa motif pribadi,” kata Kompol Anggoro, menekankan betapa insiden ini mencerminkan masalah perilaku agresif dan penggunaan alkohol di kalangan anak muda yang kian mengkhawatirkan. Penegakan hukum bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memulihkan rasa aman bagi masyarakat yang menjadi korban tindakan kekerasan semacam ini.Barang bukti yang dikumpulkan pihak kepolisian terdiri dari beragam item penting yang dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai kronologi kejadian. Satu batang besi yang diduga digunakan dalam aksi kekerasan menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik. Tiga unit sepeda motor milik pelaku dan motor milik korban juga diamankan, sementara seluruh pakaian yang dikenakan pelaku saat kejadian menjadi bagian penting dalam penyelidikan, berpotensi mengandung jejak DNA. Rekaman CCTV dari lokasi kejadian diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai dinamika perkelahian dan keterlibatan masing-masing pelaku, serta lima unit ponsel yang ditemukan, dapat mengungkap lebih jauh tentang perencanaan sebelum aksi kekerasan terjadi.
Para tersangka kini dihadapkan dengan Pasal 170 KUHP, mengenai kekerasan secara bersama-sama di muka umum, dan/atau Pasal 358 KUHP tentang penyerangan. Ancaman hukuman maksimum mencapai tujuh tahun penjara diharapkan tidak hanya memberi efek jera bagi pelaku, tetapi juga menjadi peringatan bagi masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh alkohol dan perilaku kekerasan. Langkah ini diambil dengan harapan dapat memicu diskusi lebih dalam mengenai pencegahan kekerasan di kalangan anak muda dan dampak buruk dari alkohol yang sering kali menjadi pemicu tindakan tak terkontrol.(Dd)
>