
Surabaya – Taruna News Com Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) berhasil mengungkap sindikat kejahatan siber yang melibatkan tiga pelaku pembuat dan penyebar video deepfake. Video ini memanipulasi pernyataan kepala daerah di Indonesia dan digunakan untuk penipuan lewat media sosial. Kapolda Jatim, Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si., menjelaskan bahwa pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya video pernyataan palsu yang mengatasnamakan Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa Tengah, dan Gubernur Jawa Barat. “Perubahan dilakukan oleh saudara Setiawan yang bekerja di dinas tempat tinggal kita di sini. Jika ada video tertangkap dengan menggunakan teknologi, aktivitas dalam video kehidupan menjadi penawaran,” ungkap Irjen Nanang dalam konferensi pers di Ruang Rupatama Mapolda Jatim, Senin (28/4/2025). Ia menekankan bahwa para pelaku tidak hanya memalsukan gambar, tetapi juga memanipulasi suara sehingga seolah-olah berasal dari pejabat publik. Video palsu ini digunakan untuk menjebak korban agar mentransfer uang dengan iming-iming hadiah atau kendaraan bermotor. Kapolda menambahkan bahwa penggunaan teknologi deepfake sangat berbahaya karena dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pejabat negara. “Hal-hal seperti ini tidak pantas terjadi, terutama saat korbannya adalah pejabat publik yang kredibilitasnya dipertaruhkan. Ini bisa menyebar dengan cepat dan mengganggu ketertiban umum,” tegasnya. Ketiga pelaku kini telah diamankan dan menjalani pemeriksaan intensif. Polda Jatim masih menyelidiki apakah sindikat ini beroperasi sendiri atau terhubung dengan kelompok kriminal lain.
Peran Masing-Masing Pelaku dalam Sindikat Deepfake: Direktur Cyber Crime Polda Jatim, Kombes Pol R. Bagoes Wibisono, memberikan rincian lebih lanjut tentang modus para pelaku. “Mereka melakukan penipuan dengan menyamar menggunakan suara mirip Gubernur Jawa Timur, membuat kata-kata yang terdengar resmi, lalu mengupload video itu ke media sosial,” jelas Bagoes. Para pelaku, yang diidentifikasi sebagai AN (30 tahun), UT (34 tahun), dan P (24 tahun), masing-masing memiliki peran berbeda. AN bertugas membuat akun media sosial dan mengunggah video manipulatif, P menyediakan rekening untuk menampung hasil penipuan, sementara UT bertindak sebagai operator WhatsApp untuk menarik korban. Video palsu tersebut diunggah ke berbagai platform seperti TikTok dan Facebook, dan korban diarahkan untuk menghubungi akun WhatsApp yang dikelola sindikat. Para korban ditawari sepeda motor dengan harga jauh di bawah pasaran, dimanipulasi agar merasa seolah-olah mendapatkan penawaran luar biasa dan mendesak untuk segera bertindak. Dalam suasana percaya yang dibangun melalui video palsu, para pelaku lihai memanfaatkan psikologi korban agar merasa terikat dan tidak ingin kehilangan kesempatan langka. Selama tiga bulan operasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Maluku Utara, para pelaku berhasil mengantongi keuntungan hingga Rp87.600.000. Sebanyak 24 korban telah diperiksa oleh polisi. Dari penangkapan, polisi mengamankan barang bukti, termasuk satu unit handphone, akun Facebook, akun Gmail, sejumlah video manipulatif, serta uang tunai sebesar Rp43.792.000. Para tersangka dijerat dengan Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) dan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara. “Ini adalah peringatan keras. Penyalahgunaan teknologi semacam ini tidak akan dibiarkan. Kami akan bertindak tegas terhadap siapapun yang mengganggu ketertiban masyarakat melalui kejahatan digital,” tegas Kapolda Jatim. Polda Jatim mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap informasi yang beredar di media sosial dan memastikan keaslian sumber sebelum melakukan transaksi.(Dd)
>