img 20250208 wa0110

Surabaya -Taruna News Com Pers itu adalah lembaga sosial yang juga berfungsi sebagai wahana komunikasi massa. Tugas utamanya mencakup jurnalistik, mulai dari mencari dan memperoleh informasi, hingga memproses dan menyampaikannya dalam berbagai bentuk—baik tulisan, suara, gambar, data, grafik, maupun media elektronik.

Sejarah pers di Indonesia sangatlah kaya.

Pers sudah ada sejak zaman penjajahan, terus berkembang pada awal kemerdekaan, dan mengalami berbagai dinamika selama masa demokrasi terpimpin hingga menjelang orde baru. Selama periode ini, pers tidak bisa lepas dari kehidupan politik, yang sering kali terbelah antara media pro-pemerintah dan media oposisi.

Namun, di masa orde baru, kebebasan pers mengalami dorongan yang sangat ketat bahkan bisa dikatakan dirampas. Undang-undang No. 11 Tahun 1966 diganti dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982, tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Kebebasan pers tetap terkontrol oleh pemerintah melalui surat izin terbit yang berbelit-belit, bahkan izin terbit menjadi lahan korupsi, dengan banyaknya permintaan tetapi sulitnya mendapatkan izin tersebut.

Seiring dengan gerakan reformasi pada tahun 1998, harapan baru bagi kebebasan pers mulai muncul. Peraturan perundang-undangan baru menggantikan yang lama yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Di era reformasi, pers mengadopsi model liberal pluralis, di mana isu-isu yang diliput jadi semakin beragam.

Baca Juga :  Guna Memenuhi Kebutuhan Air Bersih, Bupati Nias Barat Tanda Tangan MOU dengan Dirut Perumda Tirtanadi 

Dengan jatuhnya kekuasaan orde baru pada 21 Mei 1998, berbagai sektor—ekonomi, sosial, politik, dan budaya—mengalami perubahan drastis. Pers mulai merasakan kebebasan yang lebih besar untuk mengemukakan pendapatnya. Ini mengakibatkan munculnya berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, seperti surat kabar, tabloid, majalah, televisi, dan bahkan platform media sosial.

Namun, dengan kebebasan tersebut, banyak pula media yang mulai melanggar prinsip dasar jurnalistik dalam upaya menyampaikan kebenaran. Pers kerap kali disalahgunakan sebagai alat untuk kepentingan politik dan ekonomi oleh segelintir orang yang memiliki kekuasaan dalam kepemilikan media.

Sayangnya, kebebasan pers sering kali berujung pada keluhan, kriminalisasi, kecaman, dan kekerasan dari berbagai pihak.

Banyak yang menganggap pers sekarang sudah “kebablasan,” jauh dari makna sejatinya kebebasan pers. Padahal, pers seharusnya menjadi pilar keempat dalam kontrol sosial, menjadi rujukan kualitas demokrasi di suatu negara.

Baca Juga :  Personel TNI-Polri Amankan Ibadah Awal Tahun 2023 Diwilayah Kabupaten Buol, Situasi Kamtibmas Kondusif

Belum lama ini, kita melihat daftar kekerasan terhadap insan pers yang terus bertambah, bahkan meningkat di era reformasi dibandingkan masa orde baru. Kebebasan pers ternyata membawa risiko tersendiri; media bisa meliput apa saja, bahkan dengan ancaman kekerasan. Ini bukanlah indikasi kembalinya kekangan orde baru, melainkan konsekuensi dari kebebasan itu sendiri.

Di era reformasi, pers tidak lagi takut untuk mengkritisi kebijakan para penguasa, sesuatu yang jarang terjadi dahulu.

Kebebasan pers membawa tanggung jawab sosial yang besar, di mana penting untuk menyampaikan informasi yang berbasis data dan fakta yang memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat, bukan sekadar mementingkan ego pribadi. Apabila insan pers terlibat dalam lembaga lain, itu dapat menimbulkan konflik kepentingan yang berakibat buruk pada kualitas liputan.

Hak tolak dan hak jawab kadang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, dan hal ini tentu mengganggu kode etik jurnalistik.

Sayangnya, beberapa media sudah mengeksploitasi kebebasan pers untuk meraih keuntungan tanpa mempertimbangkan tanggung jawab mereka sebagai instrumen masyarakat. Banyak yang melanggar prinsip dasar jurnalistik, memberitakan hal-hal sensasional ketimbang menghormati etika jurnalisme. Semua ini berpulang pada pemusatan kepemilikan media di tangan segelintir orang yang memegang kekuasaan.

Baca Juga :  Ngalor Ngidul Fenomena Issue Gerakan Kampeye Hitam!!! "Tak Cair Coblos Kotak Kosong

Pers memiliki dua definisi: dalam arti sempit, ini mencakup penyiaran gagasan dan berita tertulis. Namun dalam pengertian luas, pers mencakup seluruh media komunikasi massa yang menyampaikan pikiran dan perasaan melalui kata-kata, baik tulisan maupun lisan.

Pers nasional berperan penting sebagai media penyampaian informasi, edukasi, dan hiburan, sekaligus sebagai lembaga kontrol sosial.

Kemudahan mendirikan lembaga pers setelah tahun 1999 memberikan peluang besar bagi kebebasan pers, meskipun ada tantangan dalam kesejahteraan wartawan dan semakin sedikitnya audiens media massa.

Di era digital saat ini, pelanggaran kode etik dapat berakibat fatal bagi seorang wartawan; status kewartawanan mereka bisa dicabut selamanya demi menjaga martabat pers. Mari berdoa agar pers Indonesia menjadi lebih inklusif dan memberikan ruang bagi suara-suara masyarakat bawah agar terdengar di publik ” Selamat Hari Pers Nasional” Artikel Eko Gagak (Red)

Leave a Reply

Chat pengaduan?