
SURABAYA,- Tarunanews.com, Senin, 20 Mei 2024 – Pelayanan publik di Badan Pertanahan Nasional (BPN) 2 Jalan Krembangan Barat No. 57 Krembangan Selatan Kecamatan Krembangan Surabaya kembali menuai sorotan. Sekira pukul 10.00 WIB, sejumlah warga yang mendaftarkan hak atas tanah mengeluhkan ketidak profesionalan petugas dalam menangani permohonan mereka, Senin, (20/05/2024).
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa proses pengurusan hak atas tanah di BPN 2 tidak efisien dan cenderung berbelit-belit. “Saya sudah mengurus berkas ini selama beberapa bulan, tapi selalu ada alasan untuk menunda-nunda. Hari ini saya kembali dan masih belum ada kepastian kapan proses ini akan selesai,” keluhnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh beberapa warga lainnya yang berada di lokasi. Mereka menyebut bahwa selain lambat, para petugas juga kurang ramah dan tidak memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan yang diperlukan.
“Saya sudah bolak-balik ke sini lebih dari lima kali, tapi setiap kali selalu ada dokumen yang dianggap kurang lengkap. Petugas di sini tidak mau memberi penjelasan yang rinci, hanya bilang ‘kurang ini, kurang itu’,” kata seorang warga lain dengan nada kesal.
Masyarakat yang tergabung dalam Forum Analisis Surabaya (FASIS) Surat Ijo yang sudah kesekian kalinya mencari kejelasan pada pihak terkait diantaranya Pemkot Surabaya dan Badan Pertanahan Nasional Kanta Kita Surabaya 2.
Kepala Kantor BPN 2, tidak mau menemui kami yang minta penjelasan. Pihak petugas terlihat enggan untuk memberikan pelayanan. Terbukti dari loket 5 dan 13 petugas tidak pada tempatnya alias kosong. Baru sangat siang petugas no. Tersebut baru hadir. ” Ada apa?!” Setelah kami duduk di kursih pelayanan kami minta jawaban berupa surat bukan omongan, ” Bisa atau Tidak” dengan apa yang kami pertanyakan baik melalui surat dan bicara langsung. Sayangnya apa yang kami dapat malah kami ditinggal masuk keruangan lain.
Diperparah lagi disaat kami 2 (dua) jurnalis mewancarai salah satu warga yang ikut datang mengurus dengan cuma merekam dan posisi kami minggir tidak mengganggu orang lain yang juga mengurus, kami diusir disuruh keluar dengan tidak Humanis. Akhirnya kami keluar dan berlanjut debat dengan Oknum salah satu sekuriti. Dari kejadian tersebut akhirnya setelah jam istirahat ternyata sudah ada pihak aparat/Propam yang didatangkan.
Dari salah satu warga yang ikut mengurus didampingi FASIS U. Rumambi di Rt.06 RW. 07 Kel. Baratajaya, Kec. Gubeng mengatakan bahwa dari pelaporan dan pengurusan yang ke- 2 baru dapat jawaban untuk segera mengurus PTSL di Kelurahan setempat, dengan hal ini beliau berharap pengurusan Hak Atas Tanah berhasil
Johniel Lowi Santoso., S.H., M.M., M.Kn selaku perwakilan warga surat ijo menegaskan saat diwawancarai wartawan yang hadir menjelaskan bahwa” Akan terus membela masyarakat yang terdzolimi sudah cukup lama. Karena masyarakat ini dulu tidak tahu diberikan secara hibah. Kami akan terus berjuang salah satunya melalui Ombusmen. Kami pertanyakan apakah warga mendaftar Hak Atas Tanah itu apa merugikan Negara Indonesia ! Jadi kami menghimbau kepada warga untuk segera mengurus Hak Atas Tanah yang benar. Kami optimis karena kami membawa bukti – bukti yang kuat dan otentik. Dari sinilah setelah kami pelajari ada kesalahan administrasi, dan kami melaporkan ke Ombusmen supaya segera cepat turun tangan untuk menyelesaikan secara cepat persoalan itu demi kepentingan masyarakat. Kami berharap bulan Mei ini semua warga bisa mendaftarkan Hak Atas Tanah dengan benar”.
Sara Serana S.H., M.H., sebagai pendamping Surat Ijo dan bergabung sebagai biro hukum FASIS Surabaya menegaskan bahwa, ” tujuan ke BPN 2 untuk audensi pendaftaran tanah sekaligus untuk mendaftarkan hak Tanah. Dari masalah tersebut mendapatkan fakta baru bahwa sertifikat HPL yang selama ini diagung-agungkan pemerintah kota Surabaya ternyata bermasalah, terbukti Pemerintah Kota Surabaya mengajukan permohonan SK HPL, Sertifikat HPL itu ternyata ada tanda tangan positif perkantoran, perumahan, pertokoan, dan industri. Seharusnya melaksanakan Diktum ke 6, yaitu ganti rugi kepada warga yang tanahnya diserobot oleh Pemerintah Kota Surabaya. Akhirnya warga mendaftarkan Hak Atas Tanah ke BPN2.
Kasus ini menambah panjang daftar keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik di sektor pertanahan. Diharapkan dengan adanya evaluasi dan perbaikan yang dijanjikan, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan proses pengurusan hak atas tanah dapat berjalan lebih efisien dan transparan.(Dd)
>