
SURABAYA – Tarunanews.com, Sabtu, 04/05/2024 Forum Analisis Surabaya ( FASIS ) dalam Siaran Pers mengungkap Praktek Maladministrasi Dalam Hal Implementasi Hak Menguasai Tanah Negara Oleh Pemerintah Kota Surabaya di Sekretariatan FASIS Jalan Ngagel Wasono I No. 39 Baratajaya Kecamatan Gubeng Surabaya.
FASIS bersama masyarakat dalam Siaran Pers Deklarasi pernyataan resmi perang melawan Pemkot Surabaya. Sebagai Moderator dari FASIS hadir Ketua Umum Saleh Alhasni, Sekretaris I. Victor Levi SL. ST. MT ( Budiono ), Pengawas FASIS Johniel Levi Santoso. S.H, M.H., M.Kn., Praktisi Hukum Sarah Serena., S.H., MH.
Diketahui Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemennya juga mengakui perlindungan hak pribadi warga negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 D Amandemen UUD 1945 yang berbunyi: ” Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Tapi nyatanya jaminan pengakuan Negara atas Hak Asasi pribadi warga negara untuk memperoleh ” Hak atas tanah” sebagaimana di jamin oleh Pasal 9 ayat 2 UU Pokok Agraria no. 5 tahun 1969 tersebut tidak berlaku di kota Surabaya. Dimana pada kenyataannya, hak Warga Negara Indonesia yang tinggal di Daerah Kota Surabaya telah “Terampas” hak atas tanahnya, dikarenakan adanya praktek ” Maladministrasi Hak Menguasai Tanah Negara” yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Ditegaskan juga oleh Ketua Umum FASIS Saleh Alhasni bahwasanya dalam jumpa Pers dikaitkan dengan adanya kedatangan Dirjen dari penanganan sengketa dan konflik Kementrian APR dan BPR Ilyas Tejo. Saat ditanya apakah yang disampaikan di Ubaya apakah Surat Ijo ini adalah sengketa terhadap warganya, dan dijawab oleh beliaunya bahwa itu bukan sengketa tanah, tapi bisa kepemerintah kota. Dengan cara kami sudah menyurati, sudah dilakukan permohonan. Permohonan itu ternyata jawabnya nanti diatur dengan Perda yang baru. Sementara Perda yang baru no.7 tahun 2023 itu tidak sesuai dengan SK HPL yang dimiliki, artinya ijin dari negara yang diperoleh dari pemerintah kota itu tidak sesuai dengan isi yang ada di dalam Perda nom 7 th. 2023. Sehingga kami mempertanyakan juga kepada Bakesda ke Yayuk dan dikatakan pemerintah kota dalam kajian akademis yang dilakukan terhadap Perda itu apakah ada yang memuat dari SK HPL ini. Faktanya tidak ada di Tum ke 6 yang ada di di dalam. Sehingga kami tanda ” bahwa Perda itu dibuat dengan naskah akademis yang Substansi dari SK APL nya tidak ada yang termuat dalam Perda. Sehingga pengaturan terhadap Perda tersebut tidak sesuai dengan SK nya. Jadi kami akan menolak keras, intinya Perda tersebut tidak sesuai dengan keberadaan SK itu sendiri. Apalagi itu Perda Pajak dan Retribusi Daerah, bukan Perda tentang persetujuan pemberian HGB diatas HPL. Jadi tidak sesuai dengan muatannya.
Ditambahkan juga oleh Sara Serena Advokat dari Kantor Hukum Low Evis Sara Enfables. Beliau sebagai pendamping Surat Hijau dan bergabung sebagai Biro Hukum Fasis Surabaya. Jadi selama ini kami melawan pemerintah Surabaya untuk memperoleh Hak atas Tanah tidak asal-asalan. Kami melakukan kajian-kajian hukum berdasarkan dokumen-dokumen yang diperoleh dari berbagai sumber.
Ketua Umum FASIS menambahkan bahwa, ” langkah kedepannya kami meminta kepada pemerintah kota mengembalikan retribusi Surat Hijau, kedua BPHP yang sudah ditarik kami meminta untuk dikembalikan juga ke masing- masing warga yang sudah melakukan pembayaran termasuk BPH yang membayar 2,5%, yang terakhir berikan Hak atas Tanah yang benar yang ada hukumnya dengan warga. Kami KTP Surabaya masak hukumnya dengan tanah tidak punya”, Pungkasnya. (Dd)
>