
Jombang, tarunanews.com – Pungli Marak diwilayah Kabupaten Jombang kali ini berkedok Program PTSL (Program Tanah Sistematis Lengkap) pada tahun 2021, mematik reaksi praktisi hukum.
Lukman Habib SH, MH Menjelaskan bahwa program PTSL yang selama ini dilakukan selalu memuncul masalah dan polemik dikalangan masyarakat, jelasnya. saat diwawancarai melalui selular pada Sabtu (24/9/2022)
“Masalah sengketa tanah kerap menjadi masalah pelik yang berkepanjangan dan bisa melibatkan banyak oknum,”.
Pada dasarnya, Prona dan PTSL sama-sama merupakan program sertifikasi tanah gratis yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk masyarakat. Meski begitu, keduanya memiliki sedikit perbedaan. Berikut beda Prona dan PTSL.
1. Pelaksanaan
Prona dilaksanakan secara menyebar dari desa hingga kabupaten. Sementara PTSL dilaksanakan berdasarkan wilayah, misalnya desa ke desa, kota ke kota, dan sebagainya.
2. Sistem pendataan
Pada Prona, tanah yang didata hanya berfokus pada tanah yang telah terdaftar dan diukur saja. Sedangkan pada PTSL, tanah didata secara sistematis. Artinya, meski tidak terdaftar, tanah tersebut akan tetap diukur demi kebutuhan pemetaan tanah.
Meski begitu, keduanya kini telah terintegrasi dan sama-sama bisa mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Lanjut Lukman Habib, Sebagai pengingat, program Prona atau PTSL yang dicanangkan Presiden Joko Widodo ini bersifat gratis alias tidak dipungut bayaran bagi masyarakat kurang mampu. Laporkan ke pihak berwajib jika terjadi pungutan liar dalam proses pembuatan Prona atau PTSL.
“Presiden Joko Widodo mencanangkan program PTSL tersebut secara gratis alias tidak dipungut biaya, dan laporkan ke Aparat Penegak Hukum apa bila terjadi pungutan liar dalam proses PTSL,”.
Dalam kegiatan tersebut jika ada pembayaran yang diluar yang SKB tiga menteri, harus ada surat persetujuan pemerintah dan semua warga tanpa adapaksaan dari berbagai pihak manapun, lanjutnya
“Dan Apabila ada pungutan tersebut harus berdasarkan surat persetujuan bersama antara pemerintah dengan semua warga. Itu nanti tidak akan disebut dengan Pungli. Kalau membebankan warga secara tidak wajar dan tidak ada transparansinya, Maka bisa dikatakan Pungli,”.pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan adanya dugaan pungutan liar di Desa Sukorejo Kecamatan Perak Kabupaten Jombang.
Salah satu warga Desa Sukorejo yang enggan disebutkan namanya mengatakan pertama kali pertemuan yang diundang pemdes untuk musyawarah tokoh masyarakat dan panitia, tuturnya pada Selasa (6/9/2022).
“Musyawarah tersebut tidak melibatkan RT/RW maupun Masyarakat, dan muncul nominal Rp 230rb, dan kesepakatan tersebut bukan atas kesepakatan warga, sejak adanya nilai tersebut warga tidak ada sosialisasi, dan teknisnya musyawarah setiap dusun hanya mengambil 1 orang”.
dirinya telah dimintai biaya PTSL jauh dari kreteria SKB tiga menteri, dengan nilainya Rp 230 rb, padahal SKB tiga menteri aturannya Rp 150 RB, tuturnya.
Dalam surat pernyataan tersebut uang tersebut dijelaskan untuk pembelian unit laptop dan printer, materai.
“Dalam surat pernyataan tersebut berbunyi membeli laptop, printer, materai, dan kemana laptop dan printer tersebut jika program PTSL tersebut selesai, Apakah menjadi aset desa ?, karena pembelian tersebut bukan dari anggaran Pemerintah Desa,”.
Masih kata narasumber menuturkan bahwa semua panitia telah menerima fee dari kegiatan PTSL Tersebut.
“Info yang saya terima panitia PTSL Sudah menerima fee Rp 11 Juta/orang, dan panitia tersebut ada 20 orang,”.
Lanjut narasumber, mengeluhkan batas tanah itu tidak diberikan sesuai kebutuhan, dan waktu pemohon akan mendaftarkan harus mengisi formulir tersebut, dan untuk diserahkan berkas pengajuannya.
“Batas tanah misalkan butuh empat biji, hanya dikasih Dua biji, kemana yang lainnya, bahkan saat mendaftar disuruh mengisi formulir pernyataan bahwa tidak keberatan dengan membayar Rp 230rb, namun diberi kwitansi Rp 150 Rb,Yang Rp 80 Rb kemana, padahal pemohonnya ada 2300,”
Saat awak media komfirmasi hal tersebut, Kepala Desa Sukorejo Kecamatan Perak tidak berada ditempat, dan ditemui oleh Sekretaris Desa Kusnandar.
Kusnandar Sekretaris Desa Mengatakan, bahwa pemohonnya 2300 pemohon/bidang serta pihak panitia PTSL beralasan bahwa itu semua guna untuk memperlancar kegiatan program PTSL “Dalam formulir dijelaskan untuk beli laptop plus printer dan materai, Alasanya untuk memperlancar pengerjaan program tersebut”, katanya.
“Pemohonnya 2300, panitia tidak mau berkerja jika tidak didukung fasilitas, karena waktu pelaksanaan sangat mendadak, kerjanya sangat berat harus tepat waktu makanya harus kerja lembu”.
Namun berbeda pernyataan Sekretaris Desa, bahwa nilai Rp 80 Rb tersebut atas kesepakatan warga, kilahnya.
“Pemdes Dan Panitia PTSL mengundang warga, dan mensosialisasikan serta ada BPN,”.
Masih kata Kusnandar dan waktu itu Pemerintah Desa memfasilitasi panitia PTSL, dirinya juga mengakui kalau mendapat fee dari kegiatan PTSL tersebut.
“Desa memfasilitasi panitia tentang nominal tersebut, dan Kepala Desa Ataupun Saya (Sekdes) juga menerima fee dari kegiatan tersebut,”.
Sementara itu Camat Perak Widiono SP, MM menuturkan kalau kesepakatan tersebut menguntungkan seseorang tidak boleh, yang kena Kepala Desa Dan Panitia PTSL dan disitu mengarah pada kebijakan Kepala Desa, tutupnya.(REDAKSI)
>