

Namun tercantum dalam Perpres yang ditandatangani Jokowi, pada Selasa (02/02/2021) disebutkan bahwa investasi industri miras boleh dilakukan di empat provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.
Majelis Rakyat Papua, MRP, pun menolak tegas Perpres tersebut, diantaranya disampaikan oleh Dorius Mehue (Anggota Kelompok Kerja Agama pada Majelis Rakyat Papua/MRP) dengan menyatakan bahwa keputusan pemerintah mengizinkan miras berpotensi membunuh generasi muda Papua. Dorius Mehue menyatakan, memang Papua terbuka bagi investasi atau penanaman modal tapi jangan industri miras yang jelas-jelas merugikan rakyat.
“Miras selama ini telah membuat dampak yang sangat merugikan bagi warga. (Sebab) warga jadi kerap minum-minum hingga mabuk, lantas berakibat banyak muncul tindakan kekerasan,” ungkap Dorius Mehue yang juga Ketua Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia (PW GKI) Papua ini.
Sedangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua sendiri telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) sejak tahun 2013 yaitu Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Dalam pasal 6 dari Perda tersebut dengan tegas terdapat larangan terhadap setiap orang atau badan hukum perdata untuk memproduksi minuman beralkohol golongan A, B, dan C.
Dorius Mehue pun menandaskan berbagai pihak di Papua justru telah lama berupaya menyelesaikan masalah miras. Bahkan MRP juga telah membentuk Koalisi Antimiras sebagai upaya menanggulangi persoalan yang kini sudah sangat serius di Papua. Dorius Mehue juga berharap agar upaya tersebut tidak dirusak dengan munculnya regulasi yang lebih permisif soal miras di Papua.
Dorius Mehue menyarankan, pemerintah membawa investasi yang meningkatkan lapangan kerja di Papua. Investasi yang positif, apalagi banyak sumber daya yang bisa diolah di Papua. “Kenapa harus investasi di bidang industri miras?,” ungkap Dorius Mehue seraya menyebut banyak investasi yang baik-baik saja yang dilakukan di Papua.
*MUI, Serta Partai PPP Dan Partai PKS Pun Tolak Peraturan Presiden Soal Investasi Untuk Minuman Keras*
Penolakan terhadap Peraturan Presiden Nomor 10/2021 yang berlaku per tanggal 2 Februari 2021 itupun datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH.Muhammad Cholil Nafis, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di DPR RI diantaranya melalui Hj. Anis Byarwati, lalu penolakan juga datang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan diantara penolakan melalui Achmad Baidowi Ketua DPP PPP. Tiga ‘orang’ pusat yang kebetulan mereka semua lahir di wilayah Jawa Timur yaitu di Sampang (Madura), di Surabaya, dan di Banyuwangi.
Dengan tegas Ketua MUI KH Muhammad Cholil Nafis (Cholil Nafis) meminta pemerintah agar mencabut perpres investasi miras tersebut. “Minuman beralkohol (minol) dan minuman keras (miras) hukumnya haram,” ungkap pernyataan tegas Cholil Nafis merespons aturan melalui Perpres Nomor 10/2021 bahwa industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Bahkan Cholil Nafis menegaskan bahwa MUI pada tahun 2009, atau sekitar sebelas tahun lalu, telah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang hukum alkohol termasuk juga minuman keras bahwa hukumnya haram. Disebutkan dalam Fatwa itu, MUI merekomendasikan beberapa hal. Diantaranya agar pemerintah melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut.
“Dengan rekomendasi itu, MUI meminta pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minol dan miras,” jelas KH. M. Cholil Nafis pria kelahiran Sampang, Madura, 1 Juni 1975 ini
Hal kurang lebih sama disampaikan Hj. Anis Byarwati anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS. Bahkan Anis Byarwati menandaskan bahwa dengan dalih dan alasan apapun Perpres ini sangat meresahkan.
“Meskipun ada persyaratan tertentu untuk bidang usaha ini termasuk hanya bisa di daerah tertentu seperti Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua, Perpres ini menjadi hal yang meresahkan masyarakat,” tandas Anis Byarwati perempuan kelahiran Surabaya 9 Maret 1967 yang terpilih menjadi anggota DPR RI melalui Daerah Pemilihan (Dapil) di Jakarta ini.
Begitupun hal yang kurang lebih sama disampaikan oleh Achmad Baidowi Ketua DPP PPP, yang meminta agarPresiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut aturan mengenai investasi minuman keras yaitu Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
“Pencabutan Perpres tersebut harus dilakukan demi menjaga moral bangsa ke depan. Fraksi PPP meminta perpres tersebut dicabut demi masa depan anak bangsa, demi menjaga moral,” tandas Achmad Baidowi, pria kelahiran Banyuwangi 13 April 1980 ini.
Apalagi selama ini perederan miras yang tanpa aturan investasi saja sudah sangat mengkhawatirkan, diantara dampaknya sampai menyebabkan kasus kematian. Bahkan Achmad Baidowi menyoroti kasus beberapa waktu lalu, dengan adanya oknum kepolisian yang menembak mati anggota TNI di sebuah kafe karena pengaruh allhokol.
Pada bagian terpisah Siswahyu Kurniawan penulis buku Bung Karno Dan Pak Harto mengapresiasi berbagai kalangan tersebut, lebih-lebih anggota DPR RI yang memiliki tanggung jawab terhadap para konstituennya. Siswahyu Kurniawan pun menilai dalam situasi pandemi Covid-19 ini harusnya lebih banyak bicara soal Corona, apakah akan terus serius ditangani ataukah dibiarkan saja. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926. (Siswahyu).
>