picsart 25 03 03 00 02 37 641~2

Situbondo || Taruna news.com – Aksi pengurasan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di Situbondo yang diduga dilakukan oleh mafia solar jaringan Situbondo memang sangat meresahkan, tindakan ini dapat menyebabkan kelangkaan BBM solar Bersubsidi di wilayah Situbondo itu sendiri, Mafia solar seringkali memanfaatkan celah hukum atau kelemahan pengawasan dan bekerjasama dengan para operator SPBU dengan memberikan Imbalan tertentu.

Tantangan dalam menuntaskan masalah ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti lemahnya pengawasan baik oleh Aparat Penegak Hukum Pengawas Operator, tentu saja menjadi faktor utama atas maraknya Penyelewengan BBM baik Jenis Solar maupun Jenis Pertalite, atau bahkan tidak kalah lebih penting adalah dugaan adanya oknum yang terlibat dalam jaringan mafia tersebut.

Penelusuran berawal dari Informasi yang diberikan oleh Masyarakat kebeberapa Redaksi Media online tentang adanya Aksi pengurasan besar – besaran yang dilakukan oleh orang – orang dalam Jaringan Mafia solar Situbondo yang berinisial wed, tk, ifn,. Berdasarkan informasi tersebut Tim Investigasi yang terdiri dari beberapa Media Online dan LSM melakukan penelusuran demi mengungkap fakta ke publik.

“Di wilayah Situbondo tersebut, yang main adalah wwd, tk, ifn, untuk bagian lapak dan untuk bagian pengambilan di situbondo ada rf, nyoman, dulunya ada beberapa pemain termasuk cndr dari wilayah Mojokerto, tapi cndr denger denger sudah bangkrut dan tinggal wwd, tk, ifn, yang masih berjalan “ ucap salah satu warga disekitar lokasi yang menanti wanti agar namanya tidak dipublikasikan

Baca Juga :  Putra Jokowi Jadi Korban, Ini 2 Opsi Polisi Menindak Sindikat Penipuan di Bawah Umur

Dengan berbekal Informasi dan arahan pemetaan atas mekanisme kerja yang dilakukan oleh para Mafia jaringan situbondo tergolong cukup unik dan rapi, wwd, tk, dan rt yang merupakan pemilik Lapak ( Pengepul Solar, red ) yang berada di wilayah Situbondo, wwd dan rekan rekannya diduga memanfaatkan Rekomendasi dari pertanian atau nelayan setempat guna untuk membeli Solar bersubsidi, dan dari tangan para Suplier wwd membeli hasil pengurasan tersebut dengan harga ± 7800/ Liter. Dan ketika solar bersubsidi tersebut sudah terkumpul dengan jumlah tertentu, wwd menjualnya ke Tangki Biru Putih atau ke PT dengan harga ± 8200.

Disisi lain Sebut saja jaka, pria yang sudah lama bekerja sebagai suplier Solar bersubsidi ke wwd tersebut sempat kepergok aksinya oleh awak media dan dari keterangan jaka inilah modus operandi yang dilakukan oleh wwd dkk tersebut terkuak oleh awak media.

Baca Juga :  Lagi, Provinsi Jatim Raih Penghargaan Anugerah Kihajar 2019

“ Saya setor di pak wwd pak “ ucap jaka saat diwawancarai oleh awak media.

Masih menurut jaka, diterangkan bahwa dirinya dalam sehari bisa menghasilkan solar dari hasil pembelian di SPBU sebanyak ± 500 liter – 1000 liter dan dia jual ke wwd dengan harga ± 7800/liter

“ sehari saya bisa mendapatkan barang ± 500 Liter – 1000 liter dalam sehari dan hasil pengumpulan solar tersebut saya jual ke pak wwd dengan harga ± 7800/liter” Uangkap jaka kepada awak media.

Aksi pengurasan yang dilakukan oleh Mafia solar jaringan Situbondo ini mendapat sorotan dari Lembaga Front Pembela Suara Rakyat atau FPSR, sebagai lembaga yang memperdulikan Suara Rakyat kecil tersebut akan menindak lanjuti informasi dan temuan dilapangan, atas aksi pengurasan, dan Penimbunan yang dilakukan oleh jaringan yang wwd selaku ownernya.

Adi jabrixs selaku Sekjen DPP FPSR Mengatakan bahwa aksi pengurasan yang dilakukan oleh wwd di beberapa SPBU wilayah Situbondo sangat disayangkan karena selain melanggar UU RI No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi Juncto Pasal 55 masalah cipta kerja. Selain itu, sesuai Peraturan Presiden No 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, harga jual eceran bahan bakar minyak dan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang jenis bahan bakar minyak khusus penugasan.

Baca Juga :  Pangdam Mayjen TNI Rudy Ajak Danrem dan Dandim Berinovasi

Pasal 53 Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).

Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).

Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) sampe 58 dan dapat di ancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak senilai Rp60.000.000.000.00 (enam puluh miliar rupiah)

 

Penulis : timred

Leave a Reply

Chat pengaduan?