
Mojokerto.Tarunanews.Com ~ Dalam pantauan awak media tarunanews.com ,Jum’at (9/8/2024) adanya aktivitas penambangan ilegal di Kabupaten Mojokerto, terutama di Kecamatan Ngoro, memang menandakan adanya kesulitan dalam penegakan hukum terhadap praktik-praktik tersebut.
Penambangan ilegal tidak hanya merugikan dari segi pendapatan daerah yang hilang, tetapi juga dapat menyebabkan dampak lingkungan yang serius dan merugikan masyarakat setempat.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Penegakan hukum yang tegas dan tindakan preventif dapat membantu menekan aktivitas ilegal dan mengembalikan pendapatan daerah ke kas yang seharusnya.
Ketidakberdayaan penegakan hukum terhadap sektor tambang di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, memang menciptakan keraguan di masyarakat mengenai efektivitas aturan hukum yang berlaku. Aktivitas penambangan ilegal yang berlangsung lama tidak hanya mengabaikan regulasi, tetapi juga menyebabkan kerusakan ekosistem yang serius.

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas ilegal juga dapat berperan penting dalam memecahkan masalah ini.
Kerusakan lingkungan di area pondok pesantren akibat eksplorasi besar-besaran memang sangat mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius.
Ketika awak media melakukan investigasi dan menemukan excavator serta dump truck yang terlibat dalam aktivitas tersebut, hal ini semakin memperjelas dampak dari penambangan ilegal atau eksplorasi yang tidak teratur.
“Situasi disini menunjukkan dampak negatif yang signifikan dari aktivitas tambang yang tidak terkendali terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.”tegas dari salah satu warga yang tidak mau dicantumkan namanya.
Ketidakpedulian terhadap kearifan lokal, kesucian tempat ibadah, dan keselamatan pengendara serta kerusakan infrastruktur merupakan indikasi serius bahwa pengelolaan tambang tersebut sangat tidak bertanggung jawab.
Kerusakan lingkungan yang terjadi, seperti jalan masuk dan jalan menuju lokasi tambang yang rusak serta debu yang membuat pedih mata, menunjukkan adanya pengelolaan tambang yang sangat kurang memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Ketidakpedulian terhadap penyiraman debu dan perawatan jalan mencerminkan fokus yang sempit pada keuntungan finansial tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis.
Warga sekitar baik yang ditugaskan untuk mengatur lalu lintas maupun warga yang kebetulan mengantarkan anaknya kesekolah dan mayoritas jawaban dari mereka tidak tahu mengenai Izin – Izin pertambangan dan yang mereka tahu hanyalah kegiatan pertambangan tersebut sudah berlangsung cukup lama.
” saya kurang tahu mas, sampean nanya langsung saja sama bos HRD, ” jawab laki – laki yang tak mau disebut namanya dan sambil sibuk mengatur lalu lintas .
“lebih jelasnya sampean tanya sopir begonya sana, ” imbuhnya
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian terus-menerus dari pemerintah.
Regulasi yang ada dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 mengatur sanksi yang berat bagi pelaku PETI.
Pasal 158 UU ini menetapkan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100.000.000.000 untuk penambangan tanpa izin.
Pasal 160 mengatur hukuman bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melakukan kegiatan operasi produksi tanpa izin yang sesuai.
Sementara itu, Pasal 161 mengatur hukuman bagi pihak yang terlibat dalam pengolahan, pemurnian, atau penjualan mineral dan batubara yang tidak berasal dari pemegang izin resmi.
Penerapan dan penegakan hukum yang konsisten penting untuk mengatasi masalah PETI dan mencegah kerugian lingkungan serta ekonomi.
Pewarta : N4n6)*
>