
SIRABAYA – tarunanews.com, Rencana Pemilihan Walikota (Pilwali/ Pilwaliko) Mojokerto, paling cepat diadakan akhir tahun 2022, meskipun penggodokan mengenai berbagai aturan masih sedang berlangsung di pusat, yang bisa-bisa molor sekaligus berefek pada kemungkinan molornya Pilwaliko. Akan tetapi masih banyak orang yang mengira bahwa suasana Pilwali 2022 (atau misal 2023) yang dinilai masih jauh itu lantas dianggap belum terjadi riak-riak di wilayah Kota Mojokerto. Sesuatu yang keliru. Kurang lebih hal tersebut diungkapkan R. Tri Harsono Forum Peduli Jatim Indonesia Sejahtera (FPIOS) dalam diskusi terbatas di Surabaya kemarin (16/01/2021) mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2022 Ataukah 2023, diantaranya menyinggung mengenai Pilwali Mojokerto.
Menurut R. Tri Harsono jika bisa ‘kental’ masuk dalam kehidupan masyarakat Kota Mojokerto maka bisa dirasakan denyut-denyut perbincangan yang cukup intensif mengenai Pilwali Mojokerto 2022 terutama mengenai sejumlah poin utama.
“Apakah melanjutkan kepemimpinan Walikota Ika Puspitasari (Ning Ita, red.) ataukah memilih perubahan. Jika memilih melanjutkan Ning Ita, lantas siapa sajakah Calon Wakil Walikota (Calon Wawali, red.) untuk Ning Ita, dan itupun cukup banyak nama yang disebut oleh masyarakat. Misal kalau memilih perubahan lantas siapa saja juga yang maju, apakah melalui jalur partai politik head to head ataukah tidak head to head ataukah juga perlu ada yang melalui jalur perseorangan (independen, red.),” ungkap R. Tri Harsono seraya menyebut diantara Calon Wawali Ning Ita yang disebut banyak kalangan juga ada incumbent Wakil Walikota Rizal dan Mulyadi (PAN), selain itu juga ada Indro Tjahjono anggota DPRD Kota Mojokerto dari Nasdem, ada Bu Daim, ada Ahmad Taji (Gus Ahmad Taji/Gus Taji), juga ada Wahyu Haminarko (Cak Wahyu).
Mengenai nama Bu Daim, jelas R. Tri Harsono, memang disebut-sebut dalam ‘bisik-bisik’ oleh sebagian masyarakat Kota Mojokerto, dan itu hak masyarakat. Akan tetapi R. Tri Harsono lebih melihat bahwa itu merupakan efek pasca Pemilihan Bupati Mojokerto (Pilbup 9 Desember 2020, red.) dimana Bu Daim belum bisa lolos sebagai Cabup independen diantaranya terpepet waktu karena tidak ada Cawabup yang dianggap bisa saling mengisi. Menurut R. Tri Harsono, kemungkinan para pendukung Bu Daim dalam Pilbup kemarin tersebut, belum puas sehingga ‘menginfiltrasi’ ke Kota Mojokerto. Namun R. Tri Harsono yakin bahwa Bu Daim tidak akan maju dalam Pilwali Mojokerto 2022.
Mengenai Wahyu Haminarko (Cak Wahyu) yang memiliki basic Kolonel intelejen, ungkap R. Tri Harsono, memang juga disebut-sebut oleh sebagian masyarakat agar sebaiknya menjadi Calon Wakil Walikota untuk Ning Ita. Hanya saja pertanyaannya menurut R. Tri Harsono, apakah Cak Wahyu memiliki minat maju dalam Pilwali Mojokerto? Atau mungkin berharap PKB kini mau memberi tiket untuk Pilwali, setelah Cak Wahyu gagal meraih tiket PKB dalam Pilbup Mojokerto 9 Desember 2020 yang lalu? Meskipun ‘bisik-bisik’ sebagian masyarakat Kota Mojokerto menyebut bahwa Cak Wahyu tidak harus menjadi Calon Wawali untuk Ning Ita.
Sedangkan mengenai Gus Ahmad Taji, ungkap R. Tri Harsono, memang juga disebut-sebut oleh sebagian masyarakat Kota Mojokerto bahwa jika memungkinkan agar menjadi Calon Wawali untuk Ning Ita. Meskipun seperti hal terhadap Cak Wahyu, sebagian masyarakat Kota Mojokerto tidak mengharuskan Gus Ahmad Taji menjadi Calon Wakil Walikota untuk Ning Ita. Sekadar catatan, Gus Ahmad Taji ini pula salah satu tokoh yang mendorong Edi Wiliang berupaya maju dalam Pilbup Mojokerto 9 Desember 2020 kemarin, akan tetapi kemungkinan Edi kurang persiapan.
Mengenai Indro Tjahjono anggota DPRD Kota Mojokerto dari Nasdem, R. Tri Harsono mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat Mojokerto memang juga menyebut agar menjadi Calon Wawali 2022 untuk Ning Ita. Diantara alasannya, Indro dianggap berhasil mengubah skor nol (0) menjadi satu (1) dari Partai Nasdem di DPRD Kota Mojokerto. Dimana sebelum Pemilu April 2019, Nasdem belum pernah mendapatkan kursi di DPRD Kota Mojokerto, barulah Indro ini. Apalagi konon awalnya Ning Ita bisa maju dalam Pilwali Mojokerto 2018, dorongan utama adalah dari Nasdem (meskipun tak memiliki kursi ketika itu) hingga lobi-lobi dan kemudian diusung Golkar dan Gerindra.
Yang jelas menurut R. Tri Harsono, peta Pilwali Mojokerto akan seru, apalagi persebaran perolehan kursi di DPRD Kota Mojokerto bisa memungkinkan memunculkan tiga (3) hingga empat pasang Cawali – Cawawali 2022, belum lagi jika ada yang dari jalur independen. Meskipun PDIP masih mendominasi dengan 5 kursi yang bisa mengusung Cawali sendiri tanpa koalisi, lalu PKB (4 kursi/ kurang satu kursi untuk bisa usung Cawali), kemudian Golkar (4 kursi), PAN (3), Demokrat (3), PKS (2), Gerindra (2), PPP (1), dan Nasdem (1).
Yang mengejutkan yang diungkapkan R. Tri Harsono ialah, adanya bisik-bisik sebagian masyarakat agar Gus Taji (kini juga Ketua Harian Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia/PODSI Kabupaten Mojokerto, red.) maju menjadi Calon Walikota dan bukan Calon Wakil Walikota karena dinilai memiliki pergaulan yang luas di Mojokerto termasuk Kota Mojokerto, dengan Calon Wawali diantarahya Indro Tjahjono atau Cak Wahyu Haminarko. Meskipun bisa saja Indro Tjahjono juga maju Calon Walikota dan bukan Calon Wakil Walikota, karena semua masih serba mungkin. Belum lagi calon-calon yang lain. Apalagi selain jalur partai politik, bisa melalui jalur independen, dukungan minimal sekitar sepuluh ribu (10.000) KTP (diantara sekitar 100 ribu pemilik hak pilih/ diantara sekitar 140 ribu penduduk Kota Mojokerto) sudah cukup. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926. (Siswahyu).
>