
Surabaya -Taruna News Com Heru MAKI : saya berikan waktu 2 x 24 jam bagi Direktur Poltekpel Surabaya untuk memberikan klarifikasi
Seorang alumni diklat di Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya, Reno Bagus Samodro, melaporkan dugaan mal administrasi yang sangat serius dalam hal penerbitan sertifikat pelaut kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Tanjung Perak.
Reno meminta lembaga tersebut melakukan klarifikasi dan menjadi mediator atas potensi pelanggaran prosedur yang dapat berdampak hukum terhadap dirinya.
Dalam surat permohonannya, Reno menjelaskan bahwa sertifikat Basic Safety Training (BST), Safety Awareness Training (SAT), Crowd Management Training (CMT), dan Crisis Management and Human Behaviour Training (CMHBT) yang diperolehnya dari Poltekpel Surabaya, tidak dilaksanakan sesuai standar STCW 1978.
Salah satu praktik krusial, yakni latihan penyelamatan diri di air (Personal Survival Techniques), dihilangkan sama sekali dengan alasan kolam renang dalam kondisi kotor. Praktik ini seharusnya menjadi bagian mutlak dari pelatihan keselamatan dasar.
Lebih jauh, Reno mengungkapkan bahwa setelah dirinya mengajukan kritik terhadap mutu pelatihan, ia justru menghadapi serangkaian perlakuan tidak profesional dari pihak Poltekpel Surabaya.
Reno mengaku diping-pong, dipaksa berpindah-pindah antar pejabat tanpa kejelasan solusi, Bahkan ketika ia meminta agar sertifikatnya dibatalkan melalui evaluasi resmi institusi, Poltekpel Surabaya menolak, hanya menawarkan opsi pembatalan “atas permintaan pribadi” tanpa audit formal.
Parahnya lagi, dalam proses tersebut, Reno mengaku dipaksa menandatangani kertas kosong dimana implikasi verbal dalam tanda tangan di kertas kosong tersebut adalah sebuah tindakan yang berisiko membuka peluang penyalahgunaan tanda tangan untuk kepentingan administrasi yang tidak transparan.
“Saya sudah beritikad baik meminta evaluasi yang sah, bukan sekadar membatalkan sertifikat dengan alasan pribadi. Namun yang saya hadapi justru tekanan untuk menandatangani dokumen kosong dan penolakan hak saya untuk mendapatkan kejelasan hukum,” ujar Reno.
Akibat permasalahan ini, Reno kehilangan kesempatan kerja di industri kapal pesiar internasional. Lamaran kerjanya dibatalkan setelah panel seleksi mendeteksi kejanggalan terkait keabsahan pelatihannya. Selain itu, ia kesulitan mengulang diklat di tempat lain karena sistem nasional mencatat sertifikat lama atas namanya.
Dalam laporannya ke Kementerian Perhubungan RI, Reno meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap proses penerbitan sertifikat di Poltekpel Surabaya, serta fasilitasi penghapusan data agar ia bisa mengikuti diklat yang sah pada institusi lainnya.
“Saya hanya ingin berkarier dengan legal dan profesional. Saya tidak meminta pengistimewaan, hanya keadilan. Kesalahan administrasi dari pihak institusi tidak seharusnya menghancurkan masa depan saya,” tegas Reno.
Kasus ini menjadi alarm penting tentang perlunya pengawasan ketat terhadap lembaga diklat pelaut di Indonesia, untuk memastikan seluruh proses pelatihan mematuhi standar keselamatan internasional dan melindungi hak pelaut nasional.
Disisi lain,Heru MAKI,Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koorwil Provinsi Jawa Timur langsung bereaksi ketika mendapatkan laporan dari Reno yang notabene juga menjadi pengurus MAKI Jatim.
Heru MAKI memastikan bahwa permasalahan Mal Administrasi ini akan menjadi masalah yang sangat serius dan Heru MAKI juga sudah memberikan surat tugas kepada Koordinator Bidang Hukum MAKI Jatim untuk memberikan perhatian kepada Reno terkait permasalahan pelaporan hukum baik pidana dan perdata.
“Saya masih memberikan ruang klarifikasi kepada Direktur Poltekpel Surabaya untuk memberikan jawaban atas apa yang dipermasalahkan Reno dan kami berikan batas waktu 2×24 jam,lepas dari itu,MAKI Jatim akan mengambil tindakan sangat serius,CATAT ITU,” tegas Heru MAKI.(Dd)
>