
Jogjakarta Taruna News Com Mimpi besar Indonesia, seperti yang ditulis dalam buku “De Naar Republiek” dan “Madilog”, mencerminkan perjalanan bangsa ini untuk meraih kemerdekaan dan kemajuan sosial ekonomi yang telah berjalan lebih dari satu abad. Dengan perjuangan panjang yang melibatkan beragam elemen masyarakat—dari petani, buruh, hingga intelektual kita semua berusaha tidak hanya untuk membentuk sebuah negara yang adil dan makmur, tetapi juga untuk menegakkan martabat serta hak asasi manusia setiap individu.
Tan Malaka, sebagai seorang pemikir dan aktivis revolusioner, tidak hanya memberikan gambaran yang kuat tentang visi besar bagi Indonesia, tetapi juga menginspirasi generasi pemimpin berikutnya dengan ide-ide progresifnya: sebuah Indonesia yang bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga berdaulat secara politik dan mandiri secara ekonomi serta sosial. Menurut Musthafa, Tan Malaka menekankan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia lebih dari sekadar mengusir penjajah; ia berambisi untuk membangun tatanan sosial yang lebih adil dan egaliter, di mana setiap orang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan peluang. Dalam bukunya “De Naar Republiek” yang diterbitkan pada tahun 1925, Tan Malaka tak henti-hentinya menyuarakan pentingnya revolusi sosial sebagai prasyarat untuk mencapai kemerdekaan sejati. Hasilnya adalah sebuah karya yang dengan jelas menunjukkan cita-cita Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat di semua aspek kehidupan, menciptakan fondasi bagi generasi-generasi mendatang untuk melanjutkan perjuangan ini. Lalu, dalam “Madilog” (Materialisme, Dialektika, Logika), Tan Malaka mengembangkan sistem filsafat yang tidak hanya berfokus pada privat dan publik, tetapi juga menggabungkan materialisme dialektik dengan logika untuk mendorong berpikir kritis dan analitis di kalangan rakyat. Ini bukan hanya tentang politik; buku ini menyentuh transformasi sosial dan ekonomi Indonesia yang lebih luas, berupaya untuk mendorong kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat. Musthafa menilai bahwa Tan Malaka memiliki visi yang jauh melampaui kemerdekaan politik. Ia merindukan Indonesia yang setara dengan bangsa-bangsa besar lainnya, dengan ekonomi yang berpihak pada keadilan sosial dan tidak terjebak dalam ketergantungan ekonomi yang diciptakan oleh kekuatan global. Mimpi besar Tan Malaka itu juga berfokus pada pemberdayaan rakyat, yang dicapai melalui kesadaran politik dan pengorganisasian yang efektif, membuka jalan bagi rakyat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. “Buku-buku Tan Malaka bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah jendela untuk memahami bagaimana pemikiran radikal bisa mengubah dunia dan mendorong negaranya untuk bangkit,” ungkap Musthafa.
“Menurut Tan Malaka, Indonesia yang merdeka adalah Indonesia yang menikmati kebebasan sejati dalam bidang ekonomi dan sosial, bukan hanya bebas dari penjajahan, melainkan juga bebas dari ketidakadilan sosial yang mengakar. Oleh karena itu, dalam pandangannya, kemerdekaan sejati tidak hanya terwujud melalui pengakuan politik, tetapi juga melalui upaya kolektif untuk membuang struktur-struktur sosial yang menindas. Dengan pemikiran ini, Tan Malaka menggarisbawahi pentingnya pendidikan sebagai alat pemberdayaan yang mampu menghapuskan kebodohan dan ketidakpahaman di kalangan rakyat. Walaupun dikenal sebagai sosok yang kontroversial, warisan pemikiran Tan Malaka tetap relevan hingga hari ini.
Dalam konteks modern, ide-ide beliau mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali cara kita membangun masyarakat yang inklusif dan adil. Saat Indonesia berjuang untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang hakiki, saat ini lebih dari sebelumnya, kita diingatkan akan perlunya kesadaran kritis dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Melalui diskusi-diskusi terbuka dan refleksi mendalam tentang arah masa depan bangsa, kita berpeluang menghidupkan kembali semangat juang Tan Malaka yang tak pernah padam. Terima kasih, Bapak Republik Indonesia.(Dd)
>