( Penulis :Ahmad Fauzi )
Pernikahan merupakan salah satu ibadah paling utama dalam pergaulan masyarakat Islam dan masyarakat lainnya yang merupakan fitrah dan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Hal ini menjadi anjuran Allah SWT bagi manusia untuk mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan menurut kaidah norma agama. Pernikahan bukan saja tentang satu jalan untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan keturunan tapi juga dipandang untuk meningkatkan Ukhuwah Islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturrahmi diantara manusia.
Sebagaimana yang tertulis dalam Q.S. An-Nisa’ ayat satu . Yang artinya, hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim, sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenangan. Tujuan mulia pernikahan itu sendiri membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa “perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Beberapa hari yang lalu negara hukum Indonesia dekejutkan dengan pernyataan menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan yaitu Muhadjir Effendy yang berencana mencanangkan program sertifikasi pernikahan. Program sertfikasi pernikahan nantinya akan menjadi salah satu syarat pernikahan bagi para pasangan yang akan menikah. Syarat mendapatkan sertifikat ini dengan cara mengikuti bimbingan pranikah yang dilaksanakan sekitar tiga bulan, dalam bimbingan pranikah tersebut pasangan yang akan menikah akan dibekali pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi, penyakit-penyakit berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri dan anak, hingga masalah stunting.
Hal ini tentunya menuai pro-kontra. Dari parlemen, wakil ketua komisi VIII Marwan Dasopang menilai bahwa hal ini membuat pemerintah terlalu dalam karena mengurus persoalan privat masyarakat. Menurutnya kebijakan ini akan menimbulkan persoalan baru, seperti, bila ada pasangan yang tidak lulus kelas pra-nikah dan tidak mendapatkan sertifikasi dikhawatirkan akan melakukan perzinahan dan juga tidak ada jaminan dengan sertifikasi pernikahan tersebut pasangan suami istri akan terhindar dari perceraian.
Rencana program sertifikasi perikahan ini akan diluncurkan pada tahun 2020 yang saat ini dalam tahap proses analisis lebih lanjut, yang mana nantinya kementerian koordinator pemberdayaan manusia dan kebudayaan akan melaksanakan rencana ini bersama dengan kementerian agama dan kementerian kesehatan. Kementerian agama akan memberikan pengetahuan seputar pernikahan dan kementerian kesehatan akan menjadi pihak yang memberi informasi tentang kesehatan dan penyakit seputar orang tua dan keluarga.
Sertifikasi pernikahan yang direncanakan oleh menteri pemberdayaan manusia dan kebudayaan mempunyai mempunyai dua sisi penglihatan sisi pertama sertifikasi pernikahan terlihat menjadi sebuah unsur mencampuri urusan pribadi warga negara terlalu dalam akan tetapi disisi lain ini juga menjadi bentuk perhatian negara dan cara dalam mengatasi stunting serta untuk mengembangkan sumber daya manusia yang unggul dan utuh. Akhirnya sertifikasi pernikahan hari ini tenggelam kembali setelah mengejutkan warga tahun lalu, warga hari ini tinggal menunggu waktu kabar hasil analisis yang katanya sedang dilakukan.

Leave a Reply

Chat pengaduan?