

Banyak kesederhanaan yang ditunjukkan oleh Gus Baha, meskipun keluarganya dari jalur ayah (KH Nursalim) dan jalur ibu (Hj Yuchanidz Nursalim) dikenal sebagai keluarga yang berkecukupan, bahkan dari jalur ibu, kakeknya dikenal sebagai ‘tuan – tanah’.
Salah satu kesederhanaan Gus Baha adalah hingga kini tidak memegang handphone (hp / ponsel) pintar alias android. Meskipun seharusnya pada era saat ini adalah hal yang wajar saja memiliki ponsel pintar sebab bukan lagi merupakan barang mewah akan tetapi sudah menjadi kebutuhan dasar termasuk untuk anak-anak sekolah. Gus Baha masih tetap bertahan, meskipun harusnya tidak seperti itu namun bertahan.

K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim (putera dari KH Nursalim al-Hafizh dari Narukan Rembang) atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha adalah ulama Nahdlatul Ulama (NU) kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 29 September 1970. Sedangkan isterinya, Ning Winda, berasal dari keluarga Ponpes Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Gus Baha sangat dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Qur’an, dan merupakan salah satu murid kesayangan dari ulama kharismatik, (almarhum) KH Maimun Zubair.
Kyai Nursalim ayah Gus Baha merupakan murid dari Kyai Arwani Kudus dan Kyai Abdullah Salam, Kajen, Mergoyoso, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar.
Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha merupakan generasi ke-4 ulama-ulama ahli Al-Qur’an. Sedangkan dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyeiban atau Mbah Sambu.
Dalam sejumlah kesempatan ketika ada yang bertanya tentang kesederhanaannya, Gus Baha menyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur’an yang dipegang erat oleh leluhurnya.
Ada salah satu wasiat dari ayahnya yang mengatakan agar Gus Baha’ menghindari keinginan untuk menjadi manusia mulia. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan kehidupan beliau sehari-hari, yang kian menjadikannya layak menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU yang perlu serius memperhatikan ‘umatnya’.
Tak mengherankan banyak pihak dari Sabang sampai Merauke, mendukungnya. Sekaligus sebagai solusi agar NU terlepas dari perpecahan.
Lebih klop ketika yang menjadi Rais Aam KH Mustofa Bisri (Gus Mus), yang dikenal sudah jauh dari kehidupan duniawi. Sesuatu yang pas dengan Gus Baha, pas untuk NU ke depan. (Siswahyu 081216271926).
>