Img 20210923 Wa0154
Img 20210923 Wa0154
SURABAYAtarunanews.com, Era Reformasi di Indonesia dimulai pada tanggal 21 Mei tahun 1998, saat Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Wakil Presiden saat itu, B.J. Habibie. Periode ini dicirikan oleh lingkungan sosial politik yang lebih terbuka, meskipun dalam perjalanan perlu dirumuskan ulang agar tidak menjadi kebebasan yang kebablasan, dimana pada Era Reformasi banyak lahir aturan-aturan bebas yang diantaranya terlalu jauh menyerempet-rempet hal yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun memang awal-awal Era Reformasi juga melahirkan sejumlah hal positif diantaranya lahirnya sejumlah Undang-Undang termasuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Undang-Undang Pers merupakan undang-undang yang mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak penyelenggara pers di Indonesia. Undang-undang Pers yang disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden Indonesia ketika itu (Bacharuddin Jusuf Habibie / BJ Habibie) dan Sekretaris Negara Muladi, sekaligus tanggal 23 September tersebut menjadi tonggak Hari Kebebasan (Kemerdekaan) Pers Indonesia yang didalamnya terdapat banyak hal yang didapat oleh pers Indonesia termasuk mengenai hak-haknya.

Baca Juga :  Eks Pengacara Jokowi Nilai Munaslub Partai Berkarya Ilegal-Inkonstitusional

Tak mengherankan tanggal 23 September merupakan Hari Kebebasan Pers yang vital untuk Pers Indonesia, karena dengan lahirnya Undang-Undang Pers tersebut juga telah menghapus sejumlah aturan yang sebelumnya cukup mengekang bagi Pers Indonesia.

Hasan Salim Assegaf salah satu tokoh kita, Ketua KomunitAS, mendukung mengucapkan Selamat HUT Hari Kebebasan Pers Indonesia ke-22 (23 September 1999 – 23 September 2021). Hasan Salim Assegaf sepakat, kebebasan pers adalah vital sebagai salah satu bagian utama alat kontrol negara, diiringi dengan tanggung jawab yang konstruktif termasuk dengan adanya Hak Jawab yang dimiliki narasumber yang juga harus difasilitasi oleh insan pers.

“Selamat Hari Kebebasan Pers ke-22,” ungkap Hasan Salim Assegaf, dengan harapan Indonesia menjadi more better, menjadi lebih baik, dengan pers yang berimbang, dengan pers yang menjadi salah satu Pilar Utama Demokrasi.

Diantara aturan yang dicabut dengan adanya Undang-Undang Pers yang lahir tanggal 23 September 1999 tersebut adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia).
Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala.

Baca Juga :  Kapolres Jombang Lakukan Penyemprotan Disinfektan Bersama Bupati

Undang-Undang lain yang dicabut dengan adanya tonggak Hari Kebebasan Pers yang lahir karena Undang-Undang Pers 23 September 1999, adalah Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala. Padahal Undang-Undang PNPS tahun 1963 dikenal represif. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926. (Siswahyu).

Leave a Reply

Chat pengaduan?